Kamis, 20 Mei 2010

Wanita Hamil Rawan Radang Gusi Berdarah

Lima dari 10 perempuan yang menjalani masa kehamilan mengalami radang gusi. Jika tidak ditangani berpotensi besar memiliki anak yang lahir prematur.

Ada banyak perubahan pada seorang perempuan ketika dalam masa hamil. Mulai dari gejala hormonal, perubahan saluran pencernaan dan perubahan fisik.

"Perubahan hormonal pada mulut dan gigi Ibu saat hamil menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan peningkatan reaksi inflamasi (peradangan) pada gusi (gingiva). Reaksi peradangan ini ditandai dengan perubahan warna gusi menjadi lebih merah, mudah berdarah, dan gusi membengkak (hiperplasi gingiva). Kelainan ini disebut dengan istilah Pregnancy Gingivitis atau radang gusi selama kehamilan," kata Dr Boy Abidin SpOG, Ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Mitra Keluarga kepada Inilah.Com, usai acara Gusi Terawat Untuk Janin Sehat, baru-baru ini.

Ironisnya, lanjut Boy, kelainan mulut dan gusi kerap diacuhkan perempuan yang sedang menjalani masa kehamilan. Padahal Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) mencatat radang gusi merupakan masalah mulut dan gigi yang sering menimpa ibu hamil. Sebanyak 5-10% mengalami pembengkakan gusi.

Berdasarkan temuan Journal of Periodontology yang diterbitkan 1996. Riset itu mencatat 7 dari 10 perempuan hamil yang menderita radang gusi berpotensi besar memiliki anak yang lahir secara prematur. Data itu diperkuat Survei Kesehatan Nasional 2002 yang menyebutkan bahwa 77% dari ibu hamil yang menderita radang gusi melahirkan bayi secara prematur

"Sayangnya, permasalahan gigi dan gusi di masyarakat cenderung tidak diperhatikan, termasuk penyakit radang gusi saat kehamilan berlangsung. Kalau belum bermasalah malas ke dokter, tapi ketika sudah ketahuan penyakitnya baru ke dokter," jelas Boy.

Selain masalah hormonal, penyebab utama radang gusi pada saat hamil adalah bakteri plak. Plak merupakan suatu lapisan bahan organik yang melekat pada permukaan gigi disertai koloni bakteri. Plak akan selalu terbentuk bahkan sesaat setelah pembersihan gigi. Kalau dibiarkan dalam waktu yang lama, plak tidak hanya menyebabkan gingivitis, tetapi juga gigi berlubang (karies).

Pada gigi yang tidak terawat, satu gram plak mengandung 10 miliar bakteri berbahaya. Sebelum bakteri menyebabkan gigi berlubang, ribuan bakteri menuju saluran pencernaan. Bakteri-bakteri yang berupa toksin dengan mudah masuk ke saluran genital melalui pembuluh darah dan terjadilah infeksi bakteri.

Infeksi ini menimbulkan peradangan di dalam saluran rahim. Zat yang dihasilkan, berupa liposakarida, akan menyebar ke dalam rongga rahim. Bakteri-bakteri lalu berinteraksi pada membran plasenta, yang kemudian menimbulkan kontraksi otot rahim dan pelebaran leher rahim, sehingga bakteri yang masuk lebih banyak dan akan terus berlanjut.

Adanya intervensi bakteri selama kehamilan dapat menimbulkan gangguan dalam pematangan leher rahim, pengaturan kontraksi rahim dan pengiriman nutrisi ke janin serta hormon yang mengatur kehamilan. Hal ini memungkinkan robeknya membran plasenta sebelum waktunya.

Akibatnya, bayi lahir prematur dan berat badannya saat lahir sangat rendah. Oleh karena itu, Boy menyarankan, saat merencanakan kehamilan, ada baiknya ibu melakukan perawatan mulut dan gigi. Dengan cara itu, ibu bisa menghindarkan diri dari kelahiran bayi secara prematur.

Permasalahan radang gusi saat hamil tidak terlepas dari keberadaan mitos kehamilan. Tapi, menurut Boy, bukan tidak mungkin untuk mempercayai mitos-mitos yang beredar di masyarakat tentang kehamilan selama tidak berbahaya bagi janin yang dikandung.

Setidaknya ada lima mitos yang disebut Boy tidak benar, yakni, mitos yang mengatakan ibu hamil tidak boleh cabut gigi, Ibu hamil tidak boleh merawat gigi, ibu hamil tidak boleh menggunakan pasta gigi, ibu hamil tidak boleh minum antibiotika dan ibu hamil tidak boleh melakukan rontgen gigi.

"Jika memang diperlukan dilakukan rontgen, maka tak jadi soal. Hal ini boleh dilakukan dan tidak akan membahayakan dengan catatan hanya sebatas mulut. Konsumsi obat-obatan antibiotik pun tak masalah, karena dokter dapat memberikan obat dengan dosis ringan yang aman bagi janin," tegasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar